Malam itu, rumah mewah di pinggiran kota terasa begitu sepi. Hanya suara jam dinding yang berdetak pelan di ruang tamu. Liana, seorang wanita berusia awal 40-an dengan paras menawan dan tubuh yang masih terawat, duduk di sofa sambil menghela napas panjang. Suaminya sibuk dengan urusan bisnis, meninggalkannya dalam kesendirian yang semakin hari semakin terasa.
Lelah dengan rutinitas yang monoton, Liana memutuskan untuk memanjakan dirinya. Ia mengambil ponselnya dan menghubungi seorang terapis pijat panggilan yang pernah direkomendasikan oleh temannya. “Bisa datang malam ini?” tanyanya pelan. Suara di seberang menjawab, “Tentu, Bu. Saya segera ke sana.”
Tak lama, seorang pria muda datang, memperkenalkan dirinya sebagai Ardi. Ia berusia sekitar akhir 20-an, bertubuh atletis, dengan tatapan mata yang tajam namun hangat. Liana membawanya ke ruang santai, di mana sebuah tempat tidur pijat telah disiapkan. Ia mengenakan kimono sutra yang lembut, memperlihatkan bahunya yang mulus saat ia berbaring perlahan.
Ardi mulai bekerja dengan telaten, mengusap minyak pijat di punggungnya yang tegang. Sentuhan tangannya terasa hangat, menekan titik-titik lelah yang tersembunyi di tubuhnya. Liana memejamkan mata, menikmati setiap tekanan yang semakin membuatnya rileks.
Namun, ada sesuatu dalam atmosfer malam itu—sebuah keheningan yang mengandung ketegangan halus. Ketika jemari Ardi turun lebih rendah, menyusuri lekuk tubuhnya dengan gerakan yang tetap profesional namun penuh kelembutan, Liana merasakan sesuatu yang berbeda.
Napasnya semakin pelan, hampir bergetar. Ia membuka matanya, menemukan tatapan Ardi yang dalam, seakan membaca pikirannya. Sesaat, mereka hanya saling menatap, sebelum akhirnya jarak itu menghilang, digantikan oleh kehangatan yang memenuhi ruangan.
Di luar, angin malam berhembus lembut, menggoyangkan tirai jendela. Sementara di dalam, sebuah rahasia terjalin dalam sunyi—tanpa kata, hanya sentuhan dan desir napas yang menyatu dalam malam panjang yang tak terlupakan.