Malam telah larut. Di luar, hujan turun perlahan, menetes di jendela kaca kamar yang berembun. Lampu kamar menyala redup, memberikan cahaya keemasan yang lembut, membentuk bayangan samar di dinding.
Lana berbaring di ranjangnya, tubuhnya bersandar pada bantal yang empuk. Gaun tidurnya yang tipis jatuh dengan anggun di tubuhnya, membiarkan udara malam menyentuh kulitnya dengan lembut.
Malam ini berbeda. Ada sesuatu yang menggelitik pikirannya, perasaan yang tak bisa ia abaikan. Jemarinya bergerak perlahan, menyusuri permukaan kulitnya sendiri. Napasnya sedikit bergetar, matanya terpejam menikmati setiap sentuhan yang semakin lama semakin dalam.
Di luar, suara hujan semakin intens, mengiringi ritme yang kini mulai terbangun di dalam dirinya. Sensasi hangat menjalar perlahan, semakin kuat dengan setiap sentuhan. Napasnya semakin berat, tubuhnya mulai merespons dengan cara yang begitu alami.
Gelombang itu mulai terasa, membangun dari dalam, semakin kuat dan semakin dalam. Jemarinya tak berhenti, tubuhnya melengkung sedikit, bibirnya terbuka tanpa suara. Saat akhirnya puncak itu datang, ia menarik napas panjang, tubuhnya menegang sebelum akhirnya melepaskan semua yang telah tertahan.
Lana terdiam sejenak, membiarkan denyut lembut itu mereda. Dadanya masih naik turun, matanya masih terpejam, menikmati sisa-sisa kehangatan yang masih terasa di tubuhnya.
Di luar, hujan masih turun, menari di jendela, menjadi satu-satunya saksi dari malam panjang yang penuh dengan rahasia ini.
